PSIKOTERAPI
Terapi
Kelompok
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
Disusun Oleh :
3 PA 02
Adelia Maharani (10512146)
Niken Ayuni Putri
Nurul Syahfitri (15512552)
Depok
APRIL 2015
BAB I
LATAR BELAKANG
Terapi kelompok adalah
terapi yang dilakukan melalui sebuah kelompok namun memiliki kegiatan yang
terstruktur dan memberikan efek trapeutik bagi anggotanya.
Kelompok : Kelompok
adalah 2 orang atau lebih, dimana memiliki tujuan yang sama. Pada terapi
kelompok ini, biasanya terdiri dari orang – orang yang memiliki masalah yang
sama, baik yang sedang menghadapinya ataupun sudah melewatinya.
Efek trapeutik :
Kegiatan yang dilakukan dalam kelompok akan memberikan efek terapi kepada
masing-masing anggota. Mereka akan belajar untuk membuka diri mereka,
menceritakan masalah mereka, mendengar pendapat atau saran dari anggota lain.
Hal – hal tersebut secara tidak langsung akan membantu mereka dalam menghadapi
masalah mereka.
Menurut Alexander
Beebee istilah terapi kelompok mencakup suatu rentang aktifitas yang luas, yang
sama luas perbedannya seperti pendekatan terapeutik yang dapat ditemukan dalam
psikoterapi individual. Dalam pengertian yang paling umum, terapi kelompok
termasuk setiap pengumpulan dari orang yang lazimnya bertemu secara teratur, biasanya
dengan pemimpin yang terlatih, untuk menangani masalah psikologik atau
pertumbuhan pribadi mereka.
Empat ciri terapi
kelompok, yakni:
- Persiapan dan penyaringan
pengelompokan. Saringan dilakukan atas dasar potensi anggota kelompok;
- Membangun dan memelihara fokus
kerja dalam kelompok;
- Keeratan kelompok (Group
Cohesion); dan
- Reaksi-reaksi terhadap batas
waktu.
Tujuan umum dari terapi kelompok
antara lain :
- untuk mengingkatkan kesadaran pasien terhadap dirinya sendiri melalui interaksi mereka dengan anggota kelompok lain, yang memberikan umpan balik tentang perilaku mereka
- untuk memberikan pasien dengan keterampilan interpersonal dan sosial yang lebih baik
- untuk membantu anggota beradaptasi dengan lingkungan rawat inap
- untuk meningkatkan komunikasi antara pasien dan staf. Di samping itu, satu tipe pertemuan kelompok terdiri hanya staf rumah sakit rawat inap, ini digunakan untuk meningkatkan komunikasi antara anggota staf dan untuk memberikan dukungan dan dorongan yang saling menguntungkan dalam pekerjaan mereka sehari-hari dengan pasien. Pertemuan komunitas dan pertemuan tim, adalah lebih membantu dalam menghadapi masalah terapi pasien dibandingkan yang diberikan oleh terapi berorientasi tilikan, yang memiliki bidangnya dalam pertemuan terapi kelompok kecil.
BAB II
TEKNIK TERAPI
Menurut Residen Bagian
Psikiatri UCLA. (1997), bentuk-bentuk terapi kelompok antara lain :
· Gaya
kepemimpinan. Terapi kelompok dapat dibedakan suatu
ragam parameter, salah satu diantaranya adalah gaya kepemimpinan. Beberapa
kelompok berpusat pemimpin,dimana pemimpin sangat aktif,mengarahkan dan
terlibat pada sebagian besar interaksi dalam kelompok. Dalam kelompok seperti
ini, pemimpin secara berturut-turut dan tersendiri dapat mengurus anggota yang
berbeda, berinteraksi dengan mereka sebagaimana ia melakukan terapi
perorangan. Suatu peran yang berbeda
adalah pemimpin yang berfungsi sebagai seorang konsultan yang diangkat untuk
kelompok, dimana sebagian besar interaksi dan inisiatif terletak pada keanggotaan
kelompok (berpusat kelompok).
· Keanggotaan
kelompok. Kelompok dapat berbeda dalam sifat dan
beratnya penyakit psikologik anggota. Dapat diciptakan terapi kelompok yang
homogen untuk masalah dan gejala utama dari anggotanya (contohnya untuk
gangguan makan dan agorafobia). Dalam terapinya, sebagian besar kelompok terapi
adalah heterogen dalam sifat masalah dan campuran demografik anggotanya.
· Struktur
kelompok. Kelompok dapat berbeda dalam parameter
organisasinya. Frekuensi pertemuan dapat bervariasi. Beberapa kelompok dapat
bertemu beberapa kali seminggu. Dapat ditemukan kelompok-kelompok yang terbatas
pada satu pembahasan yang diperluas, kemungkinan satu akhir pekan.
Terapi kelompok dapat berlangsung
beberapa minggu, beberapa bulan atau beberapa tahun, dan biasanya dilakukan
seminggu sekali. Biasanya terdiri atas 5-12 anggota (bergantung pada tipenya).
Terapi dari banyak disiplin ilmu dapat melakukan terapi kelompok, banyak terapi
kelompok dilakukan dengan menyertakan ko-terapis.
Teknik-teknik terapi kelompok :
PSIKODRAMA
Psikodrama merupakan
suatu bentuk terapi kelompok, yang dikembangkan oleh J.L. Moreno (1982 - ) pada
tahun 1946, dimana pasien didorong untuk memainkan suatu peran emosional di
depan para penonton tanpa dia sendiri dilatih sebelumnya. Tujuan dari
psikodrama ini adalah membantu seorang pasien atau kelompok pasien untuk
mengatasi masalah-masalah pribadi dengan menggunakan permainan drama, peran,
atau terapi tindakan. Lewat cara-cara ini pasien dibantu untuk mengungkapkan
perasaan-perasaan tentang konflik, kemarahan, agresi, perasaan bersalah, dan
kesedihan. Sama dengan Freud, Moreno melihat emosi-emosi yang terpendam dapat
dibongkar (kompleks-kompleks emosional dihilangkan dengan membawanya ke
kesadaran, dan membuat energy emosional diungkapkan/katarsis).
Metode Psikodrama yang sangat
Penting. Seperti yang dikembangkan dan dipraktekkan oleh Moreno, psikodrama
menggunakan tempat yang menyerupai panggung. Hal ini bertujuan supaya pasien
memainkan peran di alam khayal, dengan demikian ia merasa bebas mengungkapkan
sikap-sikap yang terpendam dan motivasi-motivasi yang kuat. Ketika peran
dimainkan, implikasi-implikasi realistic dan tingkah lakunya yang dramatis
menjadi jelas. Keterampilan terampis dalam mengenal dan menafsirkan dinamika
yang diungkapkan memudahkan proses terapi.
Ada tiga tahap yang penting dalam
psikodrama:
a. Tahap pelaksanaan, dimana subjek
memerankan khayalan-khayalannya.
Tahap penggantian, dimana
orang-orang yang sebenarnya menggantikan orang-orang yang dikhayalkan subjek.
b. Tahap penjernihan, dimana
diadakan pengalihan dari kontak individu-individu pengganti ke kontak dengan
individu-individu di mana subjek memiliki kesempatan menyesuaikan diri dengan
mereka dalam kehidupan yang nyata.
Sebaliknya, Whittaker memberikan
suatu gambaran singkat tentang bagaimana sebaiknya psikodrama itu dilaksanakan.
Dia mengemukakan bahwa psikodrama menggunakan 4 instrument utama, yaitu :
a. Panggung, yang merupakan ruang
kehidupan psikologis dan fisik bagi subjek atau pasien.
b. Sutradara atau pekerja.
c. Staf dari ego-ego penolong
(auxiliary ego) atau penolong-penolong teraupetik.
d. Para penonton. Ego-ego penolong
maupun para penonton terdiri dari anggota-anggota kelompok lain. Strateginya
adalah memberi kemungkinan kepada subjek untuk memproyeksikan dirinya kedalam
dunianya sendiri dan membangkitkan respon-respon dari kawan-kawan anggota
kelompoknya sendiri.
Selanjutnya, Whittaker mengemukakan
4 teknik yang bisa digunakan, yaitu:
a. Presentasi diri. Pasien
mempresentasikan dirinya sendiri atau seorang figur yang penting dalam
kehidupannya.
b. Memimpin percakapan sendiri.
Pasien melangkah keluar dari drama dan berbicara pada dirinya sendiri dan
kepada kelompoknya.
c. Teknik ganda. Seorangg ego
penolong berperan bersama dengan pasien dan melakukan segala sesuatu yang
dilakukan pasien pada waktu yang sama.
d. Teknik cermin. Seorang ego penolong
berperan sejelas mungkin menggantikan pasien. Dari para penonton, pasien
memperhatikan bagaimana dia melihat dirinya sendiri sebagaimana orang-orang
lain melihatnya.
Sutradara atau pekerja berfungi
baik sebagai produser maupun sebagai terapis. Sebagai produser, ia memilih dan
mengatur adegan-adegan yang juga memimpin tindakan (perbuatan) psikodramatis.
Adegan-adegan dipilih berdasarkan situasi-situasi yang mengandung muatan
emosional bagi pasien atau berdasarkan situasi-situasi dimana pasien
bertingkahlaku tidak tepat atau tidak efektif dalam situasi-situasi seperti
itu. Sebagai terapi, pekerja (sutradara) memberikan dukungan atau klarifikasi
kepada para actor, dan kadang-kadang memberikan penafsiran (sering dengan
bantuan para anggota kelompok lain) tentang adegan permainana itu.
Belakangan ini psikodrama dilakukan
oleh orang-orang yang mempraktekkan bermacam-macam teori psikoterapi.
Khususnya, para terapis Gestalt menggunakan psikodrama secara luas. Psikodrama
juga digunakan dalam terapi perkawinan, dalam terapi anak-anak,
penyalahgunana-penyalahgunaan obat bius dan alcohol, orang-orang yang mengalami
masalah-masalah emosional, di lingkungan penjara, untuk melatih para psikiater
dirumah sakit, untuk melatih orang-orang yang cacat, di perusahaan dan
industry, dan dalam pendidikan serta dalam mengambil keputusan.
Kegunaan Psikodrama. Dengan mendramatisir
konflik-konflik batinnya, pasien dapat merasa sedikit lega dan dapat
mengembangkan pemahaman (insight) baru yang memberinya kesanggupan untuk
mengubah perannya dalam kehidupan yang nyata.
ROLE
PLAYING (MAIN PERAN)
Memainkan peran adalah
suatu variasi dari psikodrama yang tidak menggunakan alat-alat sandiwara
(drama). Taknik ini banyak digunakan untuk mendorong pasien berbicara dan
mengembangkan persepsi-persepsi baru dalam berbagai situasi kelompok, misalnya
diruang kelas, program-program hubungan manusia dalam bidang usaha dan
industry, dan pertemuan-pertemuan latihan (training).
ENCOUNTER
GROUPS
Encounter Groups adalah
bentuk-bentuk khusus dari terapi kelompok yang muncul dari gerakan humanistic
pada tahun 1960-an. Encounter groups bertujuan untuk membantu mengembangkan
kesadaran diri dengan berfokus pada bagaimana para anggota kelompok berhubungan
satu sama lainalam suatu situasi diaman di dorong untuk mengungkapkan perasaan
secara terus terang. Encounter groups tidak berlaku bagi orang yang mengalami
masalah-masalah psikologis yang berat, tetapi hanya ditujukan kepada orang yang
dapat menyesuaikan diri dengan baik, berusaha memajukan pertumbuhan pribadi,
meningkatkan kesadaran mengenai kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaan
mereka sendiri serta cara-cara mereka berhubungan dengan orang lain. Encounter
groups berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini melalui pertemuan-pertemuan
yang intensif atau konfrontasi-konfrontasi langsung dengan orang-orang baru.
Beberapa kelompok dibentuk sebagai kelompok-kelompok marathon yang mungkin
berlangsung terus-menerus selama 12 jam atau lebih. Karena bertolak dari
pendekatan humanistic, Encounter groups, menekankan interaksi-interaksi yang
terjadi ditempat ini dan kini.
Focus dari Encounter
groups adalah mengungkapkan perasaan-perasaan yang asli dan bukan menafsirkan
atau membicarakan masa lampau. Apabila seorang anggota kelompok dipersepsikan
oleh orang lain bersembunyi di belakang kedok atau topeng sosial, maka orang
lain berusaha sedemikian rupa supaya orang tersebut menyobek kedok itu, dan
dengan demikian mendorong orang itu untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya
yang sebenarnya.
Teknik konfrontasi ini
dapat merusak bila para anggota kelompok memaksa mengungkapkan dengan terlalu
cepat perasaan-perasaan pribadi orang itu yang belum mampu ditanganinya atau
bila orang itu merasa diserang atau dikambinghitamkan oleh orang lain dalam
kelompok. Para pemimpin kelompok yang bertanggungjawab tetap berusaha
mengendalikan kelompok itu untuk mencegah penyalahgunaan tersebut dan
mempertahankan kelompok itu bergerak kearah yang memudahkan pertumbuhan pribadi
dan kesadaran diri.
BAB
III
KESIMPULAN
Dalam
pengertian yang paling umum, terapi kelompok termasuk setiap pengumpulan dari
orang yang lazimnya bertemu secara teratur, biasanya dengan pemimpin yang
terlatih, untuk menangani masalah psikologik atau pertumbuhan pribadi mereka.
Terapi kelompok juga memiliki beberapa tujuan, salah satu tujuan dari terapi
kelompok yaitu untuk mengingkatkan kesadaran pasien terhadap dirinya sendiri
melalui interaksi mereka dengan anggota kelompok lain, yang memberikan umpan
balik tentang perilaku mereka. Selain itu terapi kelompok memiliki
bentuk-bentuk antara lain gaya kepemimpinan, keanggotaan kelompok, struktur
kelompok. Adapun teknik-teknik yang ada dalam terapi kelompok yaitu psikodrama,
role playing dan encounter groups.
Referensi :
Sudarno, Paulus. (2009). Manajemen Terapi Motivasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Residen Bagian Psikiatri UCLA. (1997). Buku Saku Psikiatri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Kaplan, Sadock’s. Psikoterapi Sinopsis Psikiatri. Edisi : Ketujuh. Jilid 2, hal 383 – 442.
Samiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kanisius
Zaviera, Ferdinand. 2007. Teori Kepribadian Sigmund Freud. Yogyakarta: Perpustakaan Nasional
ANALISIS KASUS TERAPI KELOMPOK
Terapi
kelompok adalah terapi yang dilakukan melalui sebuah kelompok namun memiliki
kegiatan yang terstruktur dan memberikan efek terapeutik bagi anggotanya. Efek
terapeutik yaitu kegiatan yang dilakukan dalam kelompok akan memberikan efek
terapi kepada masing-masing anggota. Mereka akan belajar untuk membuka diri
mereka, menceritakan masalah mereka, mendengar pendapat atau saran dari anggota
lain.
Contoh
kasus:
Seorang
wanita berusia sekitar 25 tahun dan memiliki seorang putri dikeluhkan oleh
suaminya. Suaminya mengeluh karena istrinya sulit sekali mempercayai dirinya.
Memang gejala ini sudah tampak sejak mereka berpacaran, namun semakin meningkat
intensitasnya setelah mereka berpacaran, namun semakin meningkat intensitasnya
setelah mereka menikah. Apalagi setelah suaminya sering bepergian dinas ke luar
kota. Apabila suaminya terlambat pulang dari kantor, maka istrinya akan
langsung menuduh bahwa suaminya selingkuh dan memiliki wanita lain. Pernah pula
istrinya curiga bahwa suaminya telah menikah dengan wanita lain. Keluarganya
dan keluarga suami telah berulang kali meyakinkan bahwa suaminya selama ini
tetap setia, namun sulit sekali untuk diterima oleh sang istri. Tetangga
sekitar rumah pun kadangkala dicurigai oleh sang istri, sampai-sampai
kadangkala suami tidak bertegur sapa dengan para tetangga. (sumber: kasus
kepribadian).
Dari
contoh kasus diatas, kami menganalisa kasus dengan menggunakan terapi kelompok.
Dari terapi kelompok ini ada tiga teknik, yaitu: psikodrama, role playing, dan encounter
groups.
Pertama, psikodrama
adalah suatu bentuk terapi kelompok dimana pasien didorong untuk memainkan
suatu peran emosional di depan para penonton tanpa pasien sendiri dilatih
sebelumnya. Dengan mendramatisir konflik-konflik batinnya, pasien dapat merasa
sedikit lega dan dapat mengembangkan pemahaman baru yang memberinya kesanggupan
untuk mengubah perannya dalam kehidupan yang nyata.
Dimana
menurut Whittaker mengemukakan psikodrama dengan 4 instrumen:
a. Panggung, yang merupakan ruang kehidupan
psikologis dan fisik bagi pasien. Pada media panggung ini pasien diminta
bermain drama tanpa diberikan skenario dan menceritakan apa yang pasien rasakan
pada saat itu.
b. Sutradara
c. Penolong
terapeutik
d. Para penonton.
Penontonyang terdiri dari anggota kelompok yang lainnya. Disini strateginya
adalah memberi
kemungkinan kepada pasien untuk dapat memproyeksikan dirinya pada dunianya
sendiri dan memunculkan respon-respon dari teman-teman anggota kelompoknya
sendiri.
Kedua, role play
adalah suatu variasi dari psikodrama yang tidak menggunakan alat-alat
sandiwara. Teknik ini digunakan untuk mendorong pasien berbicara dan
mengembangkan persepsi-persepsi baru dalam berbagai situasi kelompok,.
Ketiga, encounter
groups merupakan bentuk khusus dari terapi kelompok. Ini bertujuan untuk
membantu mengembangkan kesadaran diri dengan berfokus pada bagaimana para
anggota kelompok berhubungan satu sama lain dalam situasi dimana didorong untuk
mengungkapkan perasaan secara terus terang.
Analisis Kasus:
Menurut kami,
pada kasus diatas dapat digunakan terapi kelompok karena perlahan-lahan dapat
membuat pasien menciptakan rasa percaya terhadap suaminya. Dalam teknik
psikodrama, kita dapat mengetahui bahwa apa yang terjadi pada pasien melalui
drama yang dibuat oleh pasien tersebut. Drama dilakukan pada sebuah tempat
yaitu panggung yang dapat meggunakan media berupa alat-alat sandiwara,
contohnya boneka yang dapat digunakan oleh pasien. Teknik role play atau
bermain peran dengan menggunakan teman-teman kelompok si pasien. Terapis
memberikan peran kepada setiap orang yang ada pada kelompok untuk melakukan
peran dengan menjadi temannya yang ada pada kelompoknya sendiri. Ini dapat
memberikan efek untuk membuat pasien mengerti bagaimana memahami perasaan orang
lain dengan bergati peran tersebut dan diharapkan dapat diterapkan pada
kesehariannya serta dapat menumbuhkan kepercayaan tersebut kepada suaminya.
Teknik encounter group dimana berfokus pada bagaimana para anggota kelompok
berhubungan satu sama lain. Melalui ini pasien diharapkan dapat berbincang
dengan teman-teman kelompoknya untuk membantu mengembangkan kesadaran diri
pasien dan mengungkapkan secara terus terang.
Sumber:
(kasus
kepribadian):
Mbak aya, (2013). (http://coass-kita.blogspot.com/2013/02/gangguan-kepribadian.html)
diakses pada tanggal 25 Juni 2015.
Sudarno, Paulus. (2009). Manajemen Terapi Motivasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Residen Bagian Psikiatri UCLA. (1997). Buku Saku Psikiatri. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Kaplan, Sadock’s. Psikoterapi Sinopsis Psikiatri. Edisi : Ketujuh. Jilid 2, hal 383 – 442.
Samiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental.
Yogyakarta: Kanisius
Zaviera, Ferdinand. 2007. Teori Kepribadian Sigmund
Freud. Yogyakarta: Perpustakaan Nasional